Selasa, 21 Juni 2016

Cerpen_Aku Hanya Belum Tahu

Aku Hanya Belum Tahu


Oleh  Adam Syammas Zaki Purnomo

“Memberi manfaat seluas-luasnya pada sesama”

Dunia ini aneh. Untuk apa aku dilahirkan di dunia ini? Apa tujuan dari hidup ini? Andaikan aku boleh memilih. Aku hanya ingin jadi penonton. Penonton orang-orang bodoh di bumi.  Aku bahkan bingung, untuk apa penciptaan manusia ini? Mereka semua berebut sesuatu. Saling tikam, bunuh satu sama lain. Setidaknya itulah yang menjadi pemandanganku setiap hari di televisi. Saat aku mulai berpikir tentang ini, umurku menginjak usia dua belas tahun.  
Kadang aku benci jadi diriku sendiri. Aku dilahirkan sebagai bagian dari salah satu etnis yang terbesar dan tersebar di dunia ini. Kulit kami sangat sedikit mengandung melamin, bahkan mungkin tidak ada, dan bola mata kami mungkin hampir tak terlihat. Masih lekat ingatanku, karena rupa kami ini, keluargaku menjadi sasaran amuk massa tahun 1998. Rumah kami yang lama hangus, dagangan ayah habis dijarahi semua. Saat itu umurku enam tahun, aku hanya bisa menangis. Untunglah saat itu ayah masih memiliki sedikit uang untuk kami sekeluarga pindah dari Jakarta. Itu adalah sedikit dari sekian banyak alasanku untuk berpikir bahwa manusia bumi ini benar-benar bodoh.
Keluarga kami sedikit berbeda, tidak seperti keturunan etnis Tionghoa yang lain. Di mana mereka semua pada saat itu adalah orang-orang kaya. Pedagang-pedagang sukses. Biasanya anak-anak mereka disekolahkan di sekolah swasta yang mahal. Tidak seperti ayahku, ayahku hanyalah pedagang makanan biasa. Ayahku cukup toleran dengan pelanggannya masalah hutang. Begitu banyak pelanggan yang berhutang pada ayahku dan kemudian tidak dibayar. Mungkin lupa. Tapi ayahku tak pernah menagihnya. Mungkin itulah sebab mengapa keluarga kami selalu pas-pasan.  Walaupun ayahku hanya punya aku sebagai anaknya, seringkali ayahku menunda bayaran untuk sekolahku. Padahal sekolahku bukanlah sekolah swasta. Itulah gambaran betapa susahnya hidup menjadi anak ayahku.
Tak jarang aku mendapat ejekan dari teman-temanku dengn ejekan ‘cina’. Dunia seperti menolak keberadaanku, ke darat di usir, ke laut pun tak bisa berenang. Jika aku bergaul dengan anak dari saudara-saudara ayah lainnya, mereka seperti tak menganggapku saudara. Mungkin mereka jijik dengan pakaian  kumalku. Begitupun perlakuan yang aku dapatkan di sekolah. Tapi aku cukup bangga bahwa pemegang kasta siswa terpintar di kelas tak pernah luput dariku


 Haha.
Di usiaku yang sekarang menginjak hampir dua puluh dua tahun. Aku hampir menyelesaikan studiku di College William and Mary jurusan fisika murni tanpa sepeser pun uang dari orang tuaku. Ya, itulah aku, dengan segala keterbatasan aku mampu bertahan hidup. Bahkan mendapatkan apa yang tak semua orang bisa dapatkan.
Mempelajari alam adalah sesuatu yang misterius. Semua temanku selalu berkata bahwa alam ada penciptanya. Aku belum percaya Tuhan. Aku belum menemukan bukti konkrit bahwa Tuhanlah yang menciptakan semuanya. Hanya sebatas sampai tahap ‘mungkin Tuhan itu ada’. Semua ini tak lain karena apa yang aku alami sejak kecil. Semua orang berkata Tuhan Mahaadil, Tuhan Mahakasih, Mahabijaksana. Tapi semua yang orang katakan sangat bertolak belakang dengan apa yang aku lihat di masyarakat.  Mengapa pula Tuhan menciptakan manusia di bumi hanya untuk membangkang kepadanya? Mengapa pula Tuhan menciptakan manusia berbeda-beda sehingga hampir seumur hidupku di Indonesia aku di hujat oleh orang-orang sekitarku? Mengapa Tuhan begitu kejam memberikan hidup yang serba nyaman untuk segelintir orang dan serba susah untuk lainnya? Manusia harus bekerja keras dengan sendirinya untuk mendapatkan kenyamanan tersebut bukan? Begitu banyak pertanyaan dalam benakku yang mematahkan bahwa Tuhan itu ada.
Namun di balik semua pikiran logisku, sebenarnya aku merasa hampa. Sekali lagi, aku tidak tahu apa itu tujuan hidup. Apakah hanya untuk mengumpulkan harta, bersenang-senang dan berbagi dengan yang lain. Agar dunia ini adil, aku merasa perlunya ada kehidupan kedua untuk memberikan konsekuensi pada setiap orang atas apa yang dia pernah lakukan sebelumnya jika konsekuesni yang diterima di kehidupan ini belum cukup. Bayangakan, seseorang yang telah mencurahkan waktu dan tenaganya  untuk membantu orang lain, bahkan dia tak sempat mengurusi dirinya sendiri, kemudian mati dan tidak mendapatkan apa-apa? Lalu kapan dia akan mendapatkan kenyamanan hidup? Sebaliknya, seorang koruptor yang telah merugikan banyak orang, hidup mewah dan bersenang-senang selama hidupnya, tidakkah dia juga harus merasakan kesengsaraan. Baiklah, semua agama mengatakan bahwa akan adanya kehidupan lagi setelah kehidupan ini. Kehidupan yang mereka sebut abadi, kehidupan sebenarnya dimana semua orang akan mendapatkan konsekuensi atas apa yang mereka lakukan. Namun sebelum aku menemukan bukti konkrit bahwa Tuhan itu ada, aku tak akan mengimaninya. Bagaimana sekonyong-konyong kau percaya sesuatu padahal ada keraguan dalam hatimu. Aku hanya belum menemukan bukti.
Musim panas berakhir, di sisa satu semester ini, aku harus menyelesaikan skripsi ku tentang mekanika kuantum. Dua minggu pertama ini adalah masa perkenalan untuk para junior. Setiap senior sepertiku ini mendapat tugas sebagai mentor dalam mnggu-minggu ini.
Setelah upacara peresmian mahasiswa baru, semua junior disilahkan menaruh barang-barangnya di asrama. Sebagai mahasiswa baru pada dua tahun pertama, mereka wajib tinggal di asrama. Setelah itu barulah sesi mentoring dimulai, juniorku terdiri dari empat orang. Tiga orang berasal dari Amerika dan menariknya, satu orang sisanya cukup unik bagiku. Pemuda berasal dari Uzbekistan. Jamal namanya. Baru kali ini aku melihat orang yang begitu santun seperti dia. Cara  berbicaranya kepada orang lain menimbulkan simpati seketika. Ah, andaikan semua orang di dunia ini seperti dia, tentu dunia tak akan seperti ini. Agamanya adalah Islam. Berbeda sekali dengan orang-orang Islam yang pernah kutemui dahulu di Indonesia. Berbeda sekali dengan yang selama ini selalu diberitakan bahwa orang Islam itu barbar dan segala macamnya. Aku pun cukup tertarik mengetahui lebih lanjut mengenai Jamal.
“Pagi Kevin, apa kabar? “ sapa Jamal.
“Pagi ini cukup cerah, namun tak secerah pikiranku haha,” balas ku singkat.
“Sebelumnya mohon maaf, bisakah nanti sore aku ke apartemenmu. Aku sedikit mendapatkan kesulitan dalam mata kuliah Fisika Modern. Beberapa istilah kurang popular bagiku,” Pintanya denga sopan.
“Sebentar, apakah aku ada agenda sore ini? Daaaaaan ternyata tidak, silahkan datang!” balasku sambil tersenyum.
“Sebelumnya, berkenankah engkau sediakan koran bekas?”
“Untuk apa gerangan?” tanyaku heran.
“Untuk aku beribadah, mohon maaf sekali telah merepotkan,” sekali lagi, dirinya begitu sopan kepadaku.
Aku termenung sejenak. Seperti apakah ibadahnya orang muslim. Kekacauan di Indonesia membuat keluarga kami pindah ke Singapura. Belum pernah sekalipun aku melihat secara langsung bagaimana umat Islam beribadah.
Begitu banyak yang tak ketahui tentang Islam dibanding agama yang lain. Apakah aku terlalu subjektif dalam menilai agama Islam? Mungkin saat inilah yang paling tepat untuk mengetahui apa sebenarnya isi ajaran islam tersebut.
“Ah tak apa, begitu banyak berita tentang politik dan ekonomi di koran. Itu semua membuatku muak. Silahkan ambil sesukamu sesampainya di rumah,” balasku ramah.
Menurutku, ibadah yang dilakukan Jamal tak lain seperti sebuah gerakan meditasi. Namun agak berbeda dengan biasanya, Jamal harus membasuh beberapa bagian tubuhnya sebelum melakukan ibadah tersebut. Ada gerakan yang cukup unik bagiku, gerakan menempelkan dahi ke lantai. Mungkin bagi sebagian orang terlihat aneh dan primitif, aku memaknainya sebagai wujud kerendahan hati seorang manusia akan eksistensinya di dunia ini. Begitu tenang kuliaht Jamal, menentramkan jiwa. Setelah selesai melakukan meditasi tersebut, Jamal membaca sebuah buku berbahasa Arab. Mungkin itu adalah kitab sucinya. Aku sangat menghargai Jamal, dia tak pernah menyingunggku mengenai apa agamaku. Tak pernah secara verbal mendakwahkan agamanya. Ia ‘sekadar’ menyuguhkanku contoh yang memiliki banyak makna jika seseorang mau menerimanya. Dari perilakunya sehari-hari, bagaimana cara dia bersosialisasi. Perasaan menghargai satu sama lain meskipun dia tak sependapat denganmu. Dia memilih untuk bergaul dengan siapa saja, jauh berbeda dengan orang-orang Islam yang dahulu kutemui di Indonesia. Mereka selalu merasa benar dan bertindak secara kasar terhadap orang non muslim.
Kontak sosialku dengan Jamal lama-lama meningkat frekueansinya, ketertarikanku terhadap agam ini mulai muncul. Jamal memberikanku sebuah buku yang berjudul ‘Al-Qur’an’ dalam terjemahan bahasa Inggris.
“Untuk apa Jamal?” tanyaku Heran.
“Kulihat kau akhir-akhir ini belum menemukan topik untuk riset kelulusanmu. Buku ini akan memberimu inspirasi untuk itu. Percayalah!” jawabnya yakin.
Tertawa lebar aku seketika. Dikiranya aku bodoh mungkin, haha. Aku tahu Al Qur’an merupakan kitab suci umat islam. Bagaimana bisa dia memberikan ini untuk inspirasi riset kelulusanku. Setahuku selama ini agama selalu bertentangan dengan sains. Terlebih setelah apa yang terjadi di Eropa pada abad pertengahan. Berbagai macam penemuan sains yang bertentangan dengan pernyataan gereja ditikam habis-habisan. Agama tak lain hanyalah tempat bagi mereka yang sedikit mengalami depresi hidup,  pikirku. Tolong pisahkan agama dengan sains. Tapi tentu aku tidak mengatakan semua itu secara langsung, yang pasti akan membuat Jamal tersinggung.
“Aku tahu mungkin aku bercanda. Silahkan cari di Google dengan keyword ‘Al-Quran dan sains’. Aku akan mentraktirmu besok jika kau tak menemukan apa-apa!” jawabnya sekali lagi tegas.
Menarik.
Esok harinya adalah momen yang bersejarah dalam hidupku.
“Tak mungkin, ini tak mungkin!” hatiku berdegup kencang. Keringat dingin mengucur deras membasahi hampir seluruh tubuhku. Dibuat setengah mati aku melihat semua fakta ini.
Al-Quran 21: 30 “Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya.”
Seperti yang pernah kupelajari. Berdasarkan pengamatan Edwin Hubble, ia menemukan bahwa bintang memancarkan cahaya merah sesuai dengan jaraknya. Artinya bintang-bintang ini bergerak menjauhi kita. Penemuan lain Hubble yaitu ternyata bintang-bintang tak hanya bergerak menjauhi kita, tapi bergerak menjauhi satu sama lain. Setiap benda menjauhi satu sama lain menandakan bahwa alam semesta terus mengembang. Arti mengembang di sini mengartikan bahwa dahulu kala sebelum semuanya menjauhi satu sama lain, perhitungan menunjukkan bahwa dahulu kala alam semesta berasal dari titik tunggal dengan semua materi alam berada didalamnya, volume nol dan kepadatan tak terhingga. Sesuai dengan yang terdapat dalam surat Al-Anbiya ayat tiga puluh bahwa dahulu langit dan bumi merupakan satu padu. Kemudian dari satu titik ini terjadi ledakan besar yang disebut dengan Bigbang.
Al-Quran 51: 47 “Dan langit itu Kami bangun dengan kekuasaan (Kami) dan sesungguhnya Kami benar-benar meluaskannya.” Bahkan secara eksplisit Al-Quran menyatakan bahwa alam semesta terus mengembang. Teori Bigbang mengatakan bahwa pembentukan alam semesta terbagi menjadi enam tahap. Dan lagi-lagi kutemukan hal tersebut dalam Al-Quran. Al-Quran 11: 7 “Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam waktu enam masa.”
Proses pembentukan janin manusia pun secara jelas terdapat dalam Al-Quran 23:12-14. Sungguh heran aku dibuatnya. Bagaimana bisa seorang Muhammad yang konon tak bisa baca tulis membuat sebuah buku yang mampu mengungkap fakta sains padahal belum ada teknologi yang memadai empat belas abad yang lalu. Artinya sebenarnya fakta ini telah ada jauh sebelum para ilmuwan menyadari hal tersebut. Apakah ini ulah Tuhan? Benarkah? Semakin gugup diriku berhadapan dengan fakta ini. Dan ternyata masih banyak lagi. Tanganku gemetar hebat, adakah semua ini buatan Tuhan?
Ya, semua ini buatan Tuhan. Tuhan itu ada, Tuhan itu satu. Dan Muhammad adalah utusan Tuhan. Segera bangkit diriku, berlari keluar menuju apartemen Jamal. Aku akan masuk Islam.
“Puji syukur kepada Allah yang telah memberi hidayah pada sahabatku Kevin,” sambil meneteskan air mata.
“Terimakasih atas segala tuntunan yang kau berikan padaku. Kau menyuguhkannya begitu apik dan halus. Sebuah berlian yang diberikan sopan tentu orang akan tahu betapa berharganya berlian tersebut. Dan kau telah melakukan itu padaku. Kau tak pernah menyinggung fakta bahwa aku adalah atheis, kau tak pernah memprovokasiku secara verbal untuk masuk Islam. Kau hanya memberikan contoh yang baik, dari perilakumu, perkataanmu, caramu menghargai orang lain membuatku menaruh simpati padamu. Hingga aku sadar, inilah sesungguhnya ajaran Islam yang benar,” penuh rasa bangga pada temanku yang satu ini.
Sejak saat itu semuanya kian jelas, tujuan hidupku, untuk apa manusia diciptakan. Aku merasa seperti terlahir kembali, menemui titik balik kehidupanku. Islam telah membebaskanku.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar