Kamis, 18 Februari 2016

Metafora dari Segi Sintaksis

Metafora dari Segi Sintaksis
Pada tataran sintaksis, Keraf menjelaskan bahwa metafora tidak selalu harus menduduki predikat, tetapi dapat juga menduduki fungsi lain seperti subjek, objek, dan sebagainya (Gorys Keraf: 1996, hlm.139). Sejalan dengan Keraf, Wahab membagi metafora berdasarkan segi sintaksis menjadi tiga kelompok, yaitu (1) metafora nominatif, (2) metafora predikatif, dan (3) metafora kalima (Abdul Wahab, 1990: hlm.141—177).


1.      Metafora Nominatif
Metafora nominatif ialah metafora yang berupa kata atau frase nomina pada suatu kalimat. Sifat nomina itu tampak pada kata atau frase nomina yang berfungsi sebagai subjek, objek, atau komplemen suatu kalimat yang berisi metafora. Pada metafora nominatif, lambang kiasnya hanya terdapat pada nomina kalimat. Karena posisi nomina itu dalam kalimat  berbeda-beda, metafora nominatif  dapat pula dibagi lagi menjadi dua macam yaitu (1) metafora nominatif subjektif dan (2) metafora nominatif objektif, atau metafora nominatif pelengkap atau lazim disebut juga sebagai metafora nominatif komplementatif (Abdul Wahab, 1990: hlm.170).
a)      Metafora Nominatif Subjektif
Pada metafora  nominatif subjektif, lambang kias muncul hanya pada subjek kalimat, sementara komponen-komponen kalimat yang mengandung metafora tetap dinyatakan dengan kata-kata yang mempunyai makna langsung. Contoh langsung metafora nominatif subjektif terdapat pada kutipan puisi beikut:
(1) Angin lama tak singgah. (Slamet Sukirnanto, 1993. “Tunggu”, dalam Horison/XXI/235). Subjek angin dipakai untuk mengiaskan utusan pembawa berita.Sementara itu, komponen lain dalam kalimat itu tetap dinyatakan dalam makna langsung, tanpa kias apa-apa. Dalam hal ini , sesuai dengan apa yang didefinisikan Quintilian yang mengatakan bahwa metafora ialah ungkapan kebahasaan yang menyatakan benda mati, yaitu angin untuk  makhluk hidup, yaitu manusia, utusan pembawa berita.
b)     Metafora Nominatif Objektif
Metafora nominatif objekif atau metafora nominatif komplementatif memakai lambang kias hanya pada objek atau komplemen kalimat yang dimaksud, sedangkan komponen lain dalam kalimat tetap dinyatakan dengan kata yang mempunyai makna yang langsung. Perhatikana contoh di bawah ini:
(2) Dan banyak pula muka pada hari itu tertutup debu.( وَوُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ عَلَيْهَا غَبَرَة)
(Alquan, surat ‘Abasa ayat 40)
Pada metafora di atas, kata debu berfungsi sebagai komplemen kalimat Dan banyak pula muka pada hari itu tertutup debu adalah kata-kata kias yang makna sebenarnya ialah kegelapan,kebejatan, atau kejahatan. Berdasarkan definisi Aristoteles, debu (ungkapan kebahasaan yang khusus) dipakai untuk makna sebenarnya, yaitu kejahatan atau kebajatan (ungkapan yang umum). Sementara itu, dari segi definisi Quintilian, kata yang peratama (benda mati) dipakai untuk makna yang sebenarnya yang juga benda mati.
2.      Metafora Predikatif
Metafora predikatif adalah metafora yang berupa predikat dalam suatu kalimat. Dalam metafora predikatif, kata-kata lambang kias hanya terdapat pada predikat kalimat, sedangkan subjek dan komplemen kalimat (jika ada) masih dinyatakan dalam makna langsung. Contoh metafora jenis ini adalah sebagai beriktu:
(3) ...mereka saling mengedip-ngedipkan matanya.       ( وَإِذَا مَرُّوا بِهِمْ يَتَغَامَزُونَ)
Alquran, surat al-Muthaffifiin ayat 30)
Kata mengedip-ngedipkan  yang merupakan predikat  dari subjek kalimat mereka sebenarya cocok untuk predikat mengedip-ngedipkan. Dalam metafora tersebut, mengedip-ngedipkan matanya (ungkapan kebahasaan dengan makna langsung) dimaknai sebagai perbuatan menghina atau meremehkan orang lain yang dimaksud.
3.      Metafora Kalimat
Jenis metafora kalimat  adalah jenis metafora yang menganggap bahwa seluruh lambang kias yang dipakai dalam metafora jenis ini tidak terbatas pada nominatif (baik subjek maupun objek) dan predikatnya saja, melainkan seluruh komponen dalam kalimat metaforis itu merupakan lambang kias. Contoh metafora kalimat dapat dilihat pada kutipan berikut:
(4) Sekarang harimau itu sudah tak bertaring lagi.
Baik subjek kalimat (harimau itu) maupun predikat (sudah tak bertaring lagi) dalam kalimat contoh (4) tersebut merupakan pernyataan metaforis. Subjeknya melambangkan seorang pemimpin,kepala instansi, atau sejenisnya, sedangkan predikatnya melambangkan keadaan tanpa wibawa atau tanpa kekuatan.
4.      Fungsi Subjek, Predikat, Objek, dan Pelengkap
Pemakaian istilah subjek, predikat, dan objek kerap kali digunakan dalam analisis sintaksis. Analisis ini didasarkan atas fungsi setiap satuan unsur yang membangun kalimat tersebut. Sebenarnya, terdapat analisis lain dalam sintaksis seperti analisi peran, analisi kategori, analisis topik, dan sebagainya.
Sebagai contoh, sebuah kalimat dapat dianalisi berdasarkan fungsi, peran,  dan kategori seperti berikut:
Analisis
Kalimat
     Allah              memudahkan             jalnnya
Fungsi
Subjek (S)
Predikat (P)
Objek (O)
Peran
Agen
Aksi
Sasaran
Kategori
Nomen
Verbum
Nomen

Sehubungan dengan pembagian tiga jenis metafora bila ditinjau dari sintaksis sebagaimana dikemukakan oleh Abdul Wahab yakni (1) metafora nominatif (subjektif dan objektif), (2) metafora predikatif, dan (3) metafora kalimat, perlu kiranya dijelaskan tentang fungsi subjek, predikat, objek dan pelengkap pada bagian ini.
Pertama, pemahaman mengenai subjek dan objek. Menurut Parera, subjek dan objek adalah konsep tentang posisi nomen atau frase nomen terhadap predikat dalam klausa atau kalimat. Subjek, merupakan promosi nomen atau frase nomen ke depan atau ke sebelah kiri predikat. Subjek adalah letak kiri nomen terhadap predikat.
Contoh:
(1)   Gunung-gunung ditegakkan
(2)   Kedua tangan Abu Lahab binasa
(3)   Bumi menceritakan beritanya.
Nomen dan frase nomen “gunung”, “kedua tangan Au Lahab”, dan “bumi” adalah subjek karena letaknya di sebelah kiri predikat klausa-klausa tersebut. Nomen “bumi” dalam kalimat (3) menduduki fungsi subjek dan nomen “beritanya” menduduki fungsi objek. Jika verbaya diganti dengan “diceritakan”, maka promosi nomen ke kiri predikat tersebut adalah “beritanya”. Dengan demikian, nomen “beritanya” menduduki fungsi subjek.
(4)   Beritanya diceritakan bumi.
Jika subjek didefinisikan sebagai letak kiri nomen atau frase nomen terhadap predikat, mungkin dapat pula dikatakan bahwa objek adalah letak kanan langsung nomen atau frase nomen terhadap predikat.
Contoh:
(5)   Ia menempuh jalan kembali.
(6)   Kami memperingatkan kamu siksa yang dekat.
Kata “jalan kembali” yang terletak di sebelah kanan langsung peredikat  “menempuh” dalam kalimat (5) merupakan objek (objek langsung) begitu juga dengan nomen “kamu” yang terletak di sebelah kanan langsung “memperingatkan” pada kalimat (6). Sedangkan nomen “siksa yang dekat” pada kalimat (6) terletak di sebelah kanan tidak langsung karena telah didahului oleh nomen “kamu”, dipromosikan sebagai objek tak langsung (Jos Daniel Parera, 1993: hlm149—157).
Sejalan dengan yang dikemukakan Parera, Anton M. Moeliono dkk.  menegaskan bahwa subjek biasanya berada di depan predikat; jadi, letak kiri terhadap predikatnya. Subjek dalam bahasa Indonesia mudah dikenali karena tidak dimungkinkan berupa kategori pronomina interogatif (kata ganti tanya).
Ada kalimat “Siapa pulang?” merupakan variasi bentuk bakunya “Siapa yang pulang?”. Dalam hal ini, konstituen “siapa” bukanlah sebagai subjek, melainkan predikat. Subjeknya adalah “yang pulang”.
Lebih lanjut Anton M. Moeliono dkk. menjelaskan tentang predikat, objek dan pelengkap. Predikat menurut Anton Moeliono  merupakan pusat yang memegang peranan lebih besar dari yang lain. Konstituen tersebut dinamakan pusat atau inti, sedangkan kosntituen lain yang wajib hadir dinamakan pendamping. Pada kalimat yang memakai verba, pusat atau intinya adalah verba sedangkan pendampingnya adalah nomina. Pendamping tersebut dapat berupa subjek, objek, dan pelengkap (Anton M. Moeliono, 1988: hlm. 258-267).
Jika pendamping berupa subjek berada di kiri predikat, pendamping objek dan pelengkap terletak di kanan predikat. Bahkan letak kanan kedua pendamping (objek dan pelengkap) itu lebih tegar daripada letak kiri (subjek). Subjek dengan persyaratan tertentu masih dapat berada di sebelah kanan predikat, sedangkan objek dan pelengkap hampir tidak mungkinberada di sebelah kiri predikat.
Fungsi objek dapat dikenali dengan dua cara yaitu (1) dengan melihat jenis predikatnya yaitu predikat transitif dan aktif dan (2) dengan memperhatikan ciri khas objek itu sendiri, yaitu dimungkinkan berupa –nya, atau juga –ku dan –mu.  Selain itu, objek dapat menjadi subjek dalam kalimat pasif.
Contoh:
(7)   Bumi memuntahkan isinya.
Konstituen "isinya”  muncul karena dituntut oleh predikat transitif berafiks meN-  + -kan;  “memuntahkan”. Nomina “isinya” berfungsi sebagai objek, hal ini tampak dengan adanya bentuk variasi di bawah ini.
(8)   Bumi memuntahkannya.
(9)   Isinya dimuntahkan oleh bumi.
Mengenai fungsi pelengkap atau koplemen, Anton M. Moeliono dkk.  menegaskan bahwa baik objek maupun pelengkap sering berwujud nomina dan keduanya sering menduduki tempat yang sama, yakni di kanan predikat. Adapun persamaan dan perbedaan objek dan pelengkap tampak seperti dibawah ini!

Objek
Pelengkap
(1)   Kategori katanya nomina atau nominal
(2)   Berada langsung di belakang verba transitif aktif tanpa preposisi
(3)   Dapat menjadi subek dalam kalimat pasif
(4)   Dapat diganti dengan -nya

(1)   Kategorai katanya nomina, verba,  atau adjektiva
(2)   Berada di belakang verba semitransitif atau dwitransitif dan dapat didahului oleh preposisi.
(3)   Tidak dapat dijadikan bentuk pasif. Jika dapat dipasifkan, pelengkap itu tidak dapat menjadi subjek.
(4)   Tidak dapat diganti dengan –nya kecuali jika diahului preposisi selain di , ke, dari, dan akan.




Rujukan:
Keraf, Gorys. 1991. Diksi dan Gaya Bahasa, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka
            Utama).
about the mind. Chicago: University of Chicago.hlm.88.
Moeliono, Anton M., dkk. 1988. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia . Jakarta: 
            Balai Pustaka.

Parera, Jos Daniel. 1993. Sintaksis . Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Wahab, Abdul. 1986. Javanes Metaphors in Discourse Analysis. Unpublished
           Dissetation, University of Illionis at Champaign-Urbana.

------------.1986 “Berfikir Metaforis dan Implikasinya dalam Pengajaran (Bahasa)”
             dalam Pembinaan Bahasa Indonesia Th.7 No.3 September 1986,

             hlm.170.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar