METAFORA DARI
SEGI SEMANTIK
Menurut
Kerbrat-Orecchioni, semua jenis makna yang mengandung implisit dalam konteks
tertentu dapat membentuk kehadiran majas metafora. Menurut pendapatnya, majas metafora hanya suatu kasus khusus dari fungsi implisit.
Dalam majas metafora bentuk yang implisit bersifat denotatif dan
bentuk yang menggantikannya bersifat konotatif.1
Majas metafora
dapat dijelaskan dengan aspek makna dan acuannya. Untuk penjelasan hal ini perlu diingat kembali segitiga semantik yang
dikemukakan Ogden & Richards seperti tampak dalam bagan di bawah ini.
Petanda/makna
Penanda/kata Acuan/referen
Penanda
adalah bentuk bahasa dan petanda adalah konsepnya. Hubungan antara penanda dan
petanda bersifat arbitrer atau manasuka,
berdasarkan konvensi masyarakat pengguna bahasa. Jasa Ogden dan Richards adalah menambahkan
unsur acuan yang sebenarnya berada di luar ranah bahasa, berasal dari dunia
pengalaman. Menurut pendapatnya, tidak ada hubungan langsung antara penanda dan
acuannya (antara bahasa dan dunia). 2
Penanda
dan petanda berada dalam lingkup bahasa. Hubungan antara kata <meja>
sebagai penanda dengan maknanya atau konsepnya sebagai petanda adalah bersifat
langsung. Begitu juga hubungan antara makna itu dengan meja di dunia nyata
bersifat langsung, tetapi hubungan antara kata <meja> dengan sebuah meja
di dunia nyata tidak bersifat langsung. Hubungan tersebut harus melalui konsep
yang berada dalam pikiran manusia. Oleh karena itu, dalam bagan di atas
hubungan antara kata dengan acuannya ditandai dengan garis terputus-putus.3
Tidak ada
hubungan wajib antara kata yang teridiri atas deretan fonem pembentuk kata itu
dengan maknanya. Namun, secara sepakat anggota masyarakat menentukan hubungan antara kata dengan makna
kata tersebut agar komunikasi mereka tidak mengalami hambatan. Dengan demikian,
sebagaimana dikatakan Abdul Chaer bahwa secara sinkronis hubungan antara kata dengan maknanya tidak
akan beubah. Namun, secara diakronis
ada kemungkinan hubungan antara kata dengan maknanya bisa berubah sesuai dengan perkembangan budaya dan
masyarakat tersebut. 4
Tidak
semua kata mempunyai referen atau rujukan, kata-kata seperti kata depan di,
ke, dari, kepada, dan kata hubung seperti kalau, sehingga, dan
lain-lain tidak merujuk kepada suatu referen. Sementara itu, kata-kata yang
termasuk ke dalam kelas kata nomina, verba, dan adjektiva.
Hubungan
makna tersebut akan dijadikan dasar pengelompokan majas, termasuk metafora.
Sebenarnya, dari beberapa tulisan tentang teori linguistik mengenai majas, selalu berkisar antara penanda dan petanda, tidak
memasukan unsur acuan. Meskipun demikian, beberapa pakar, antara lain Georges
Lakoff dan Mark Jhonson menyinggung unsur acuan ini. Di sini disertakan unsur
acuan karena unsur ini telah dimasukkan ke dalam segitiga semantik dan hal ini juga
dituntut oleh perkembangan teori wacana.5
Terkait
dengan makna, Blomfield mengemukakan dua makna yaitu makna pusat (central mening) dan makna sampingan (marginal meaning). Makna pusat adalah
makna yang dimiliki suatu unsur bahasa dan digunakan untuk mengabstraksikan
suatu benda/peristiwa/ gagasan yang
berada di luar bahasa. Pemahaman atas makna
ini tidak membutuhkan konteks. Selain itu, dapat dikemukakan bahwa penanda bisa
mempunyai lebih dari satu acuan. Bila
yang
diacu
adalah acuan utama, dan dipahami sebagai makna denotatif, penanda itu
mengaktifkan makna pusatnya. Sedangkan pada makna sampingan penanda tidak mengacu pada acuan utamanya,
melainkan mengacu pada referen (acuan) lain. Pemahamannya bersifat konotatif.
Makna ini disebut juga makna metaforis atau makna yang telah dipindahkan (metephoric or transferred meaning).
Contoh
berikut memperlihatkan kata kupu-kupu dengan makna pusat (central mening) dan makna
sampingan (marginal meaning)
(5a) Taman itu begitu indah, penuh bunga aneka
warna dan kupu-kupu
beterbangan kian kemari.
(5b) Sejak Marni menjadi kupu-kupu malam, baru
kali itulah ada laki-
laki yang tidak menghinanya.
Makna kata
kupu-kupu pada contoh kalimat
(5a) adalah jenis serangga yang berasal
dari kepompong ulat, umumnya sayapnya berwarna cerah (makna pusat). Sedangkan
pada contoh kalimat (5b) makna kupu-kupu ditafsikan sebagai terbang dari satu
bunga ke bunga lain untuk menghisap sari madu bunga. Secara metaforis kalimat
tesebut diartikan bahwa Marni sebagai wanita yang pindah dari satu laki-laki ke
laki-laki lain untuk mengambil uangnya (makna sampingan).
Dalam studi semantik, telah dikenal bahwa
setiap kata mempunyai wilayah makna tertentu yang terdiri dari sejumlah
komponen makna, yaitu satuan makna terkecil. Apabila dua kata atau lebih
disandingkan, ada kemungkinan bahwa ada
sejumlah komponen makna yang sama dalam wilayah maknanya; dan pasti ada
komponen makna yang berbeda. Pada dasarnya ada dua macam komponen makna (1)
komponen makna penyama dan (2) komponen makna pembeda.

Contoh:
(6a) Tono memang buaya darat ( in praesetia).
(6b) Banyak pemuda yang ingin mempersunting bunga
desa itu (in absentia).
Pada
contoh kalimat (6a) si pengujar menyatakan bahwa secara keseluruhan, Tono
memang buaya darat (asimilasi). Sedangkan pada contoh kalimat (6b) salah satu unsur bahasa yang dibandingkan
tidak muncul, bersifat implisit. Sifat implisit ini menyebabkan adanya
perubahan acuan dan penyimpangan makna sehingga menimbulkan masalah kolokasi,
yaitu kesesuaian makna dari dua atau beberapa ujaran yang sama. Hal-hal inilah
yang mungkin menjadi masalah dalam pemahaman metafora.
Berikut ini ditampilkan bagan
wilayah makna dalam metafora yang pernah dikemukakan oleh Tutescu:
![]() |
Bunga gadis
Pada bagan
di atas, tampak dua lingkaran yang disatukan, masing-masing menampilkan wilayah
makna ‘bunga’ dan wilayah makna ‘gadis’. Sebagian dari kedua wilayah makna
tersebut bertumpang tindih membentuk irisan. Hal itu menunjukkan adanya
sekumpulan komponen makna penyama, yaitu makna yang sama-sama dimiliki kedua
wilayah makna. Meskipun wilayah makna itu menyatu, makna pertama tidak
menghilang, melainkan ada pada latar belakang makna metaforis. Jadi, dalam
metafora tidak terjadi subtitusi makna, melainkan interaksi makna. Lingkaran
yang berada di sebelah kiri merupakan petanda awal (siginifie de depart),
dan lingkaran yang berada di sebelah kanan, mengemukakan petanda akhir (siginfie
d’ arrivee). Ini terjadi berkat adanya perantara (intermediaire)
yang merupakan komponen makna penyama.
Pada
contoh kalimat (6b) di atas, kata bunga digunakan untuk menyebut gadis.
Jadi keduanya dibandingkan . Komponen makna penyama antara bunga dan gadis adalah
cantik, indah, segar, harum, cepat layu. Sedangkan kompnen makna pembeda antara
bunga dan gadis adalah gadis
sebagai manusia dan bunga sebagai
tanaman.7
Berdasarkan
uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa secara semantik suatu pernyataan metafora terdiri atas komponen (1) penanda atau kata,
(2) petanda atau makna , dan (3) acuan atau referensi. Karena dalam metafora
terdapat dua kata (penanda) atau lebih yang disandingkan atau dibandingkan,
komponen makna terdiri atas dua atau lebih sesuai dengan penandanya
masing-masing. Dengan demikian, dari kedua kata atau petanda tersebut dapat
ditentukan kesamaan-kesamaan dan perbedaanya. Berdasarkan kesamaan-kesamaan
yang ada dapatlah disimpulkan makna acuan atau referensi terhadap konsep
metafora tersebut. Jika dibuat dalam bentuk tabel analisis akan tampak sebagai
berikut.
Metafora
|
Penanda
(konsep
yang dibandingkan)
|
Petanda (makna)
|
Kesamaan
|
Acuan
(Makna acuan)
|
|
Bunga
desa
|
Bunga
|
Gadis
|
|
|
|

Berdasakan
unsur penanda atau kata yang dibandingkan dalam sebuah metafora, unsur-unsur metafora
dapat berupa:
1) Perbandingan bukan
manusia dan manusia (bumi memuntahkan apa
yang ada di lamanya ( al-Insyiqa :4); bumi dengan manusia)
2)
Perbandingan manusia dan bukan manusia (Para penulis (‘Abasa:15)); (Para penulis (manusia) dengan malaikat)
3)
Perbandingan unsur konkret dan unsur konkret (Kami menjadikan bumi sebagai ayunan
(an-Naba: 6); bumi dengan ayunan))
4)
Perbandingan unsur konkret dan unsur abstrak (ia menempuh jalan kembali (an-Naba:39); jalan kembali dengan beriman/bertaubat)
5)
Perbandingan unsur abstrak dan unsur konkret (Kami jadikan malam sebagai pakaian (an-Naba
10); malam dengan pakaian)
6) Perbandingan unsur
abstrak dan unsur abstrak (Seseungguhnya orang-orang yang bertakwa mendapat
kemenangan (an-Naba: 31); kemenangan dengan
surga).
Berdasarkan
uraian di atas dapatlah disusun dalam tebel sebagai berikut:
No.
|
Janis Perbandingan
|
Pola
|
Contoh
|
1.
|
Perbandingan
bukan manusia dan manusia
|
BM + M
|
bumi memuntahkan apa yang ada di lamanya
|
2.
|
Perbandingan
manusia dan bukan manusia
|
M + BM
|
Para penulis (Malaikat)
|
3.
|
Perbandingan
unsur konkret dan unsur konkret
|
UK + UK
|
bumi sebagai ayunan
|
4.
|
Perbandingan
unsur konkret dan unsur abstrak
|
UK + UA
|
menempuh jalan kembali
|
5.
|
Perbandingan
unsur abstrak dan unsur konkret
|
UA + UK
|
malam sebagai pakaian
|
6.
|
Perbandingan
unsur abstrak dan unsur abstrak
|
UA + UA
|
mendapat
kemenangan (surga)
|
Tabel Pola Hubungan Antarunsur dalam
Metafora Ditinjau dari Segi Semantik
Catatan Kaki:
1Kerbrat-Orecchioni, dalam Kusuma Sumantri, “Majas dan
Pembentukannnya” dalam Makara, Sosial
Humaniora,Vol.6, 2 Desember, (Jakarta: UI, 2002), hlm. 45.
2Ogden dan Richard, dalam Abdul Chaer,
Pengantar Semantik Bahasa Indonesia, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002),
hlm.29-32.
3Abdul Chaer, Pengantar Semantik Bahasa Indonesia (Jakarta: Rineka
Cipta, 2002), hlm.29—33.
4Ibid.
5Georges Lakoff dan Mark Jhonson, Metaphor We Live By (Chicago
&London: The University of Chicago Press), hlm. 35—37.
6Kerbrat-Orecchioni, op.cit.,hlm.55.
7Tutescu, dalam Okke Kusuma Sumantri Zaimar.2002. “Majas dan Pembentukannnya”, Makara,
Sosial Humaniora, Vol.6, 2 Desember, (Jakarta: UI)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar