Sabtu, 20 Februari 2016

METAFORA DALAM ALQURAN (BAGIAN KEDUA)

Metafora dalam Alquran
               Tak dapat disangkal, setiap bahasa  mengenal  kata  atau  ungkapan yang   bersifat  metaforis,  termasuk  bahasa  yang digunakan dalam Alquran. Alquran diturunkan  Allah swt. dalam  bahasa  Arab.  Kosakata yang  digunakan  umumnya  digunakan  pula oleh masyarakat Arab pada masa turunnya, tapi gaya susunannya yang bukan prosa  dan bukan  pula  puisi,  serta  keindahan  nada yang dihasilkannya menjadikan pakar-pakar bahasa Arab ketika itu mengakui bahwa mereka tak  mampu  menyusun  semacam  redaksi  ayat-ayat Alquran.  Hal ini memberi petunjuk atau kesan bahasa  Alquran  berbeda  dengan bahasa yang digunakan ketika itu.


               M. Quraish Shihab menegaskan bahwa pemahaman Alquran  tak  terlepas dari pemahaman kosakata atau ungkapan yang  digunakan  orang-orang  Arab  pada  masa  turunnya. Apabila  terbukti mereka menggunakan metafora dalam percakapan mereka, tentunya dalam Alquran hal yang  demikian  pasti ditemukan. Mengapa demikian? Karena Alquran diturunkan dengan bahasa Arab dengan tujuan agar dapat mereka pahami isi dan maksudnya sebagaimana diungkap dalam Alquran  surat Fushshilat ayat 3.1
               Keberaadaan metafora dan usaha-usaha menafsirkan metafora dalam Alquran    menimbulkan  pro dan kontra di kalangan para ahli tafsir. Sebagaimana dijelaskan oleh M. Quraish Shihab, mereka   yang  menolak  pemahaman  metaforis  dalam  teks-teks keagamaan,       menggunakan   dua argumentasi. 
Pertama,  metafora dianggap sama dengan kebohongan, sedangkan Alquran adalah firman-firman Allah yang suci dari hal tertentu. Kedua, seorang pembicara tidak akan  menggunakan metafora kecuali jika ia tak mampu menemukan kosakata atau ungkapan yang  bersifat  hakiki, dan tentunya harus diyakini bahwa Allah maha mampu atas segala sesuatu.
               Kedua argumentasi di atas jelas sekali kekeliruannya, sehingga berbagai   ahli   menolaknya.  Ibnu  Qutaibah  menolak  dengan menyatakan,   "Seandainya   metafora   atau   majaz    dinilai kebohongan,   maka   alangkah   banyaknya  ucapan-ucapan  kita merupakan kebohongan."
               Al-Sayuthi dalam M. Quraish Shihab mengemukakan bahwa metafora  adalah  unsur  keindahan bahasa dan jika ia ditolak keberadaannya dalam Alquran, maka tentunya sebahagian  unsur keindahan  pun  tak  akan  ada padanya.
 


                     1M. Quraish Shihab,”Persoalan Penafsiran Metaforis atas Fakta-Fakta Tekstual” dalam Budhy Munawar-Rachman Kontekstualisasi Doktrin Islam Dalam Sejarah (Jakarta: Yayasan Paramadina,1994), hlm.1—2.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar