Senin, 22 Februari 2016

Pengantar dari Pengampu

Melepas Imajinasi, Mengikat Kenyataan
Istilah fiksi dimaknai sebagai cerita rekaan atau cerita khayalan. Hal ini karena fiksi merupakan karya naratif yang isinya tidak menyaran pada kebenaran sejarah, demikian dikatakan Abrams (Abrams, 1981: 61). Sebagai cerita rekaan, fiksi menurut Horatius (penulis dan penyair Romawi Kuno) bersifat duce et utile, artinya menyenangkan dan bermanfaat. Cerita rekaan atau fiksi sebagai karya sastra hendaknya demikian pula, yakni dapat memberikan kesenangan dan secara bersamaan memberikan manfaat kepada para pembaca atau pendengarnya.


Di dalam fiksi disajikan kehidupan rekaan atau kehidupan khayalan yang memiliki kemiripan dengan kehidupan sebenarnya. Hal ini wajar, karena sumber cerita rekaan tersebut adalah pengalaman penulis atau pencerita, baik pengalaman langsung maupun pengalaman tidak langsung dengan kehidupan nyata, kehidupan yang sebenarnya. Dari dalam cerita rekaan tersebut kita bisa mendapatkan pengalaman-pengalaman baru yang sangat beharga. Pengalaman-pengalaman baru tersebut berupa kenikmatan dan pemahaman. Pemahaman akan cipta sastra itu sendiri maupun pemahaman akan nilai-nilai hidup dan kehidupan yang terungkap secara eksplisit maupun secra implisit dari dalam cerita.
Menyadari akan fungsi cerita rekaan atau fiksi sebagaimana dipaparkan di atas, maka pembelajaran sastra di sekolah  menjadi penting dan harus adanya.
Seperti halnya dengan mata pelaaran lain, mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia pun mengandung tiga aspek pokok yaitu (1) aspek substansi materi, (2) aspek keilmuan, dan (3) aspek value atau nilai. Pada aspek ketiga, yakni aspek value/nilai inilah pembelajaran sastra di sekolah-sekolah dititikberatkan. Hal ini tampak dalam tujuan umum pengajaran sastra yakni agar siswa mampu menikmati, menghayati, memahami, dan memanfaatkan karya sastra untuk mengembangkan kepribadian, memperluas wawasan kehidupan, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa. Secara khusus dijelaskan bahwa pengajaran sastra bertujuan agar siswa mampu menikmati,memahami, dan menarik manfaat dari menuis dan membaca karya-karya sastra.
Tujuan pengajaran sastra tersebut sejalan dengan tujuan  pendidikan nasional sebagaimana tercantum dalam UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 3 dijelaskan bahwa tujuan pendidikan nasional  yaitu  Mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, dan menjadi warga negara yang demokratis serta   bertanggung jawab.
Menyatupadukan dunia fiksi yang bersifat hayalan dan kejadian sehari-hari yang bersifat nyata membutuhkan keterampilan tersendiri. Dan ini yang dilakukan oleh para siswa di MAN Insan Cendekia. Romantika, suka duka, citia-cita, harapan-harapan, renungan-renungan, serta pemikiran-pemikiran diramu menjadi satu membangun sebuah karya yang utuh. Bagi penulisnya tentu ini menjadi media pelepas bagi imajinasi-imajinasinya yang menggelora di dalam dada. Selain itu, rangkaian kejadian sehari-hari yang dialami seakan menjadi alur cerita yang sambung-menyambung terus mengalir hingga memunculkan letupan-letupan klimkas yang indah. Klimaks-klimaks yang indah ini akan sangat sayang jika dbiarkan melintas begitu saja. Karya inilah pengikatnya, suatu pengikat yang akan memanjangkan jalan alur cerita pada kehidupan-kehiduan berikutnya selepas mereka keluar dari “kawah candradimuka” ini.
Semoga himpunan karya ini bisa menjadi semacam “tukar kado” yang mengesankan dan dapat memberi ruang untuk bernostalgia bagi sesama penulisnya. Bagi para pembaca, karya ini diharapkan dapat memberi pengetahuan sekaligus refleksi diri dalam kesatuan antara imajinasi dan kenyataan hidup sehari-hari.
                                                                                                     
Pengampu Teruna


                                                                                                      KS

Tidak ada komentar:

Posting Komentar