Melepas Imajinasi,
Mengikat Kenyataan
Istilah fiksi dimaknai sebagai cerita rekaan atau cerita
khayalan. Hal ini karena fiksi merupakan karya naratif yang isinya tidak
menyaran pada kebenaran sejarah, demikian dikatakan Abrams (Abrams, 1981: 61).
Sebagai cerita rekaan, fiksi menurut Horatius (penulis dan penyair Romawi Kuno)
bersifat duce et utile, artinya
menyenangkan dan bermanfaat. Cerita rekaan atau fiksi sebagai karya sastra
hendaknya demikian pula, yakni dapat memberikan kesenangan dan secara bersamaan
memberikan manfaat kepada para pembaca atau pendengarnya.
Di dalam fiksi disajikan kehidupan rekaan atau kehidupan
khayalan yang memiliki kemiripan dengan kehidupan sebenarnya. Hal ini wajar,
karena sumber cerita rekaan tersebut adalah pengalaman penulis atau pencerita,
baik pengalaman langsung maupun pengalaman tidak langsung dengan kehidupan
nyata, kehidupan yang sebenarnya. Dari dalam cerita rekaan tersebut kita bisa
mendapatkan pengalaman-pengalaman baru yang sangat beharga.
Pengalaman-pengalaman baru tersebut berupa kenikmatan dan pemahaman. Pemahaman
akan cipta sastra itu sendiri maupun pemahaman akan nilai-nilai hidup dan
kehidupan yang terungkap secara eksplisit maupun secra implisit dari dalam
cerita.
Menyadari akan fungsi cerita rekaan atau fiksi sebagaimana
dipaparkan di atas, maka pembelajaran sastra di sekolah menjadi penting dan harus adanya.
Seperti halnya dengan mata pelaaran lain, mata pelajaran
Bahasa dan Sastra Indonesia pun mengandung tiga aspek pokok yaitu (1) aspek
substansi materi, (2) aspek keilmuan, dan (3) aspek value atau nilai. Pada aspek ketiga, yakni aspek value/nilai inilah
pembelajaran sastra di sekolah-sekolah dititikberatkan. Hal ini tampak dalam
tujuan umum pengajaran sastra yakni agar siswa mampu menikmati, menghayati,
memahami, dan memanfaatkan karya sastra untuk mengembangkan kepribadian,
memperluas wawasan kehidupan, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan
berbahasa. Secara khusus dijelaskan bahwa pengajaran sastra bertujuan agar
siswa mampu menikmati,memahami, dan menarik manfaat dari menuis dan membaca
karya-karya sastra.
Tujuan pengajaran sastra tersebut sejalan dengan tujuan pendidikan nasional sebagaimana tercantum
dalam UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 3
dijelaskan bahwa tujuan pendidikan nasional
yaitu Mengembangkan potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan
Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab.
Menyatupadukan dunia fiksi yang bersifat hayalan dan kejadian
sehari-hari yang bersifat nyata membutuhkan keterampilan tersendiri. Dan ini
yang dilakukan oleh para siswa di MAN Insan Cendekia. Romantika, suka duka,
citia-cita, harapan-harapan, renungan-renungan, serta pemikiran-pemikiran
diramu menjadi satu membangun sebuah karya yang utuh. Bagi penulisnya tentu ini
menjadi media pelepas bagi imajinasi-imajinasinya yang menggelora di dalam
dada. Selain itu, rangkaian kejadian sehari-hari yang dialami seakan menjadi
alur cerita yang sambung-menyambung terus mengalir hingga memunculkan
letupan-letupan klimkas yang indah. Klimaks-klimaks yang indah ini akan sangat
sayang jika dbiarkan melintas begitu saja. Karya inilah pengikatnya, suatu
pengikat yang akan memanjangkan jalan alur cerita pada kehidupan-kehiduan
berikutnya selepas mereka keluar dari “kawah candradimuka” ini.
Semoga himpunan karya ini bisa menjadi semacam “tukar kado”
yang mengesankan dan dapat memberi ruang untuk bernostalgia bagi sesama
penulisnya. Bagi para pembaca, karya ini diharapkan dapat memberi pengetahuan
sekaligus refleksi diri dalam kesatuan antara imajinasi dan kenyataan hidup
sehari-hari.
Pengampu
Teruna
KS
Tidak ada komentar:
Posting Komentar