Guru sebagai Penggerak Dinamika Kehidupan Kelas
(oleh K u s e n, M.Pd.)
I PENDAHULUAN
a.
Pengantar
Kita jadi tahu beraneka bidang ilmu karena siapa?
Kita jadi pandai dibimbing Bu Guru
Kita jadi pintar dibimbing Pak Guru
Guru bak pelita
Penerang dalam gulita
Jasamu tiada tara…..
Baris-baris lirik lagu di atas mengingatkan kita
betapa guru menduduki peran yang sangat penting. Penting, bukan saja karena
kehadirannya secara fisik di depan kelas, tetapi lebih dari itu penting secara
psikhis (kejiwaan), pemikiran, dan nilai-nilai luhur yang melekat pada diri
seorang guru. Guru menjadi pengubah seseorang yang tidak tahu menjadi tahu
sesuatu, guru mengubah seseorang dari yang tidak atau belum pintar menjadi
orang yang berpengathuan dan menjadi orang yang pintar. Guru mengubah seseorang
yang berpribadi tidak terpuji (dalam kegelapan) menjadi orang yang berpribadi
mulia (mendapatkan sinar pelita).
Demikian tersanjungnya kita sebagai seorang guru ketika mendengarkan dan
menghayati baris-demi baris syair lagu di atas.
Cukupkah kita dengan berasyik masyuk, terlena, dan terbuai dengan sanjungan-sanjungan seperti di atas.
Awass…!! Sanjungan yang seringkali mendatangkan bahaya bagi penyandangnya. Oleh
karena itu, kita harus menyikapi setiap sanjungan secara proporsional, tidak
emosional.
Proporsional, artinya kita menyadari bahwa tentunya
tidak hanya kita sebagai guru yang berperan atas semua itu. Ada banyak unsur lain seperti
orang tua, masyarakat, lingkungan, dan yang sangat penting adalah peran siswa
itu sendiri.
Proporsional juga kita pahami sebagai introspeksi diri. Apakah saya guru
yang dimaksud? Apakah yang sudah saya lakukan untuk perubahan ke arah kemajuan
siswa saya?Apakah saya……?
Dari introspeksi yang mendalam, mungkin saja
dihasilkan jawaban. “Ternyata tidaklah atau belumlah tepat sanjungan itu diarahkan kepada saya.
Mungkin tepat dialamatkan kepada Bapak Guru itu, Bapak Guru yang di sana, bukan
saya”. Perlahan tapi pasti sanjungan itu akan pas buat kita, manakalah kita
telah berikhitar semaksimal mungkin untuk memosisikan diri kita pada profesi
guru secara profesional.
b.
Latar belakang
Kemajuan zaman yang
diiringi oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi berjalan begitu cepat.
Era dunia atau era global telah mendekatkan jarak antara satu negara dengan
negara lain yang berjauhan, antara benua yang satu dengan benua yang lain yang
bersebarangan menjadi seakan berhimpitan. Perkembangan dan perubahan zaman yang
demikian pesat ini pun diikuti oleh perkembangan dunia pendidikan.
Perkembangan dan
perubahan yang sangat cepat dalam berbagai bidang, terutama bidang pendidikan,
bukanlah sesuatu yang harus dicemaskan, ditakuti, atau dihindari. Tetapi
hendaklah kita hadapi dan kita sambut dengan tangan, hati, dan pikiran terbuka.Meskipun
pada akhirnya implikasi dari perubahan ini mengandung konsekuensi yang nyata
bagi kita para guru.
Perubahan yang terjadi pada
perubahan kebijakan dalam bidang pendidikan, perubahan struktur dan isi
kurikulum, hendaknya bersinergi dengan
perubahan mental, sikap, dan perilaku guru. Dengan demikian, perubahan akan
berjalan seiring sejalan, senada seirama. Tidaklah perubahan kebijakan berjalan
ke selatan, tetapi sikap dan mental serta perilaku guru berjlan ke utara atau
diam di tempat.
Apa yang dituntut dari
seorang guru? Berubah. Berubah ke arah
yang lebih baik. Berubah dari pembelajaran yang dilaksanakan secara statis-tradisional ke arah pembelajaran
yang aktif-dinamis-kreatif-inovatif.
Bagaimana menuju ke arah perubahan tersbut? Tentu, banyak jalan ke arah
tersebut. Dalam kesempatan yang terbatas ini, akan penulis paparkan peran guru
sebagai penggerak dinamika kelas.
II PEMBAHASAN
A.
Pengertian Pengelolaan Kelas
Pengelolaan
kelas menjadi kondisi syarat terjadinya proses belajar-mengajar yang baik dan
efektif. Oleh sebab itu, penting bagi kita untuk dapat melakukan pengelolaan
kelas dengan baik. Sebelum penulis
paparkan beberapa pendekatan dalam pengelolaan kelas, ada baiknya dipaparkan
terlabih dahulu apa yang dimaksud pengelolaan kelas.
Depdikbud
dalam Majalah Suara Guru tahun 1983
menjelaskan pengertian pengelolaan kelas sebagai: “Seperangkat kegiatan untuk mengembangkan tingkah laku
yang diinginkan dan mengurangi bahkan meniadakan tingkah laku yang tidak
diinginkan, mengembangkan hubungan interpersonel dan iklim sosio-emosional
serta mempertahankan organisasi kelas yang efektif dan produktif ” (Suara Guru:1983).
T. Raka Joni memberikan pengertian pengelolaan
kelas sebagai “Kegiatan untuk menciptakan dan mempertahankan kondisi yang
optimal bagi terjadinya proses belajar
(pembinaan rapport, penghentian perilaku siswa yang menyelewengkan
perhatian kelas, pemberian ganjaran, penyelesaian tugas oleh siswa secara tepat
waktu, penetepan norma kelompok yang produktif), di dalamnya mencakup
pengaturan orang (siswa) dan fasilitas” (T. Raka Joni: 1980).
Berdasar dari dua
pengertian pengelolaam kelas di atas dapat ditarik beberapa hal penting dari
pengelolaan kelas yaitu:
(1)
Merupakan seperangkat kegiatan
(2)
Mempertahankan, menciptakan, atau mengembangkan tingkah laku yang
diinginkan (positif)
(3)
Menghilangkan atau meminimalkan tingkah laku yang tidak diinginkan
(destruktif)
(4)
Membangun hubungan interpersonal
dan iklim sosio-emosional
(5)
Pengaturan fasilitas belajar
(6)
Terjadinya proses belajar-mengajar yang optimal
B.
Pentingnya Pengelolaan Kelas
Situasi kelas yang
menyenangkan dan pengelolaan kelas yang dinamis akan mempermudah pencapaian
tujuan pembelajaran. Pembelajaran di kelas yang dinamis akan menjadi ‘hidup’,
menyenangkan, dan menarik perhatian. Permasalahannya, bagaimana menghidupkan
atau mendinamiskan kelas?
Dalam proses belajar
mengajar, setidaknya ada dua kegiatan yang harus dilakukan guru, yaitu kegiatan
intruksional dan kegiatan mengelola kelas. Menurut Ahmad Rohani, “Kegiatan
intruksional mencakup kegiatan yang secara langsung dimaksudkan untuk mencapai
tujuan-tujuan khusus pengajaran, sedangkan kegiatan mengelola kelas menunjuk
pada kegiatan-kegiatan yang menciptakan dan mempertahankan kondisi yang optimal
bagi terjadinya proses belajar menagajar.” Kegiatan mengelola kelas menjadi
sarana yang sangat menunjang terciptanya atau terlaksananya kegiatan
intruksional. Semakin baik pengelolaan
kelas yang dilakukan, akan semakin mudah dan baik jalan menuju ketercapaian
tujuan intruksional .
Meskipun sedemikian pentingnya pengelolaan
kelas bagi keberhasilan proses belajar mengajar seperti dipaparkan di atas,
seringkali kita sebagai guru mengabaikan aspek- aspek pengelolaan kelas.
Alhasil, para siswa gagal dalam pembelajaran. Nilai hasil belajar rendah,
motivasi lemah, kedisiplinan menurun, peran serta rendah, bersikap apatis, dan
pasif. “Kambing hitam” yang mudah ditarik-tarik pada saat menghadapi kenyataan
seperti ini adalah faktor sarana pembelajaran yang kurang lengkap, siswa yang
malas, materinya sulit, dan lain-lain. Padahal, sangat boleh jadi faktor
penyebabnya adalah karena ketidakmampuan guru dalam mengelola kelas secara
efektif.
C.
Pengelolaan Kelas yang Berorientasi Siswa
Siswa hendaknya dijadikan
faktor yang utama dalam pengelolaan kelas. Artinya, pengelolaan kelas yang kita
lakukan hendaknya berorientasi kepada siswa. Dengan demikian, berarti kita memberi penekanan dan pengalaman kepada
siswa dalam merancang proses belajar mengajar di kelas. Hal ini juga
berarti memberikan kesempatan yang
banyak kepada siswa untuk mengembangkan pengetahuan dan menerapkan pengetahuannya. Memberi kesempatan kepada
siswa untuk menggunakan fakta-fakta yang
sudah dipelajarinya untuk menjelaskan situasi atau untuk menerapkan informasi
pada situasi baru. Pengelolaan kelas yang berorientasi siswa juga berarti
membantu siswa mengembangkan pemikiran dan keterampilan yang digunakannya serta
dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam menerapkan konsep ini, siswa juga diharapkan
menjadi peserta yang aktif dan mandiri dalam proses belajarnya, yang
bertanggung jawab dan berinisiatif untuk mengenali kebutuhan belajarnya, yang
menemukan sumber-sumber informasi untuk menjawab pertanyaannya, dan yang membangun
serta mempresentasikan pengetahuannya berdasarkan kebutuhan serta sumber-sumber
yang didapatinya. Dalam batas-batas tertentu siswa dapat memilih sendiri apa
yang akan dipelajarinya. Dengan demikian pengelolaan kelas yang berorientasi
pada siswa adalah suatu langkah efektif dan efisien yang mengembalikan serta
menunjang cara belajar ke proses belajar yang aktif dari setiap siswa.
D.
Pendekatan dalam Pengelolaan Kelas
T. Raka Joni membedakan pendekatan dalam peneglolaan kelas menjadi tiga
jenis yaitu:
(1) Behavior-Modification Approach
(2) Socio-Emotional Climate Approach
(3) Group Process Approach
1. Behavior-Modification Approach
Asumsi : bahwa perilaku
“baik” dan “buruk” individu merupakan hasil belajar.
Teknik :
(1)
Positive Reinforcement (untuk membina perilaku positif)
(2)
Negative Reinforcement (untuk mengurangi perilaku negatif)
2. Socio-Emotional Climate Approach
Asumsi:
bahwa proses belajar mengajar yang baik
didasari oleh adanya hubungan interpersonal yang baik antara siswa -
guru dan atau siswa – siswa dan guru menduduki posisi penting bagi terbentuknya
iklim, sosio-emosional yang baik.
Teknik:
(1)
Carl A. Rogers :
n Sikap tulus dari Guru (realness, genuiness,
congruence)
n Menerima dan menghargai siswa sebagai
manusia (acceptance, prizing, caring, trust)
n Mengerti dari sudut pandangan siswa sendiri
(Emphatic understanding)
(2)
Haim C. Ginnot :
n Dalam memecahkan masalah, guru berusaha
membicarakan situasi, bukan pribadi pelaku pelanggaran.
n Mendeskripsikan apa yang ia lihat dan
rasakan; dan mendeskripsikan apa yang perlu dilakukan sebagai alternatif
penyelesaian.
(3)
William Glasser :
n Guru membantu mengarahkan siswa untuk
mendeskripsikan masalah yang dihadapi, menganalisis dan menilai masalah, menyusun rencana
pemecahannya, mengarahkan siswa agar committed
terhadap rencana yang telah
dibuat, memupuk keberanian menanggung akibat “kurang menyenangkan”, serta
membantu siswa membuat rencana penyelesaian baru yang lebih baik
(4)
Rudolf Draikurs :
n Democratic Classroom Process, melalui pemberian kesempatan kepada siswa untuk dapat
memikul tanggung jawab, memperlakukan siswa sebagai manusia yang dapat secara
bijak mengambil keputusan dengan segala
konsekuensinya, dan memberi kesempatan kepada siswa untuk menghayati
tata aturan masyarakat.
3. Group Process Approach
Asumsi: pengalaman belajar berlangsung dalam konteks kelompok sosial dan tugas guru adalah
membina dan memelihara kelompok yang produktif dan kohesif.
Teknik:
(1)
Richard A. Schmuck & Patricia A. Schmuck
n Mutual
Expectations
n Leadership
n Attraction (pola
persahabatan)
n Norm
n Communication
n Cohesiveness
E.
Pengalaman Empiris di Lapangan
“Guru adalah kurikulum berjalan”,
demikian kata Anton Sunarto. Di tangan gurulah sebenarnya kurikulum itu berada.
Baik buruknya, berhasil atau tidaknya proses pembelajaran tergantung “Sang
Kurikulum Berjalan” ini. Mengapa demikian? Karena guru yang mengetahui persis kondisi
nyata di lapangan. Guru mengenali satu-persatu karakter dan kompetensi
siswanya. Guru mengetahui satu-persatu kondisi siswanya di kelas. Ada siswa yang
ceria, aktif, rajin bertanya. Ada siswa yang terbuka dalam menyampaikan
pendapatnya, ada siswa yang suka mengeluarkan celetukan-celetukan, ada siswa
yang diam seribu bahasa, ada siswa yang
tegang, murung, sedih, ada siswa yang merasa puas, kecewa, bangga, mencemooh,
mengejek, dan sebagainya. Terhadap kondisi yang sejauh ini, “Sang Kurikulum
Berjalanlah” yang mengatahui, bukan kurikulum
administratif.
Menyadari akan perannya sebagai
kurikulum berjalan, penulis yang merasa lebih mengatahui ‘medan’ seringkali
melakukan improvisasi-improvisasi dalam pembelajaran di kelas. Sebagaimana
contoh berikut ini.
Sekali waktu, pada jam pelajaran ketiga dan
keempat, penulis sudah menyiapkan matang-matang akan mengajarkan penulisan dan
analisis wacana argumentasi di kelas XI IPA-1. Bahan yang akan disampaikan
kepada siswa termasuk bahan latihan untuk dikerjakan siswa di kelas sudah
dipersiapkan dengan matang.
Begitu penulis masuk ruangan, mengucapkan salam,
dan menatap anak satu persatu, tak ada satu pun siswa yang tampak rileks dan
menampilkan wajah yang cerah. Semua tampak kusut. Ada apa gerangan?
Diam-diam penulis mengintip agenda kelas. Dari situ
penulis mengatahui kalau siswa kelas XI IPA-1 baru saja menghadapi ulangan
harian (TB) fisika. Rupanya soal-soal ulangan fisika telah membuat wajah para siswa menjadi lebih tua, pikir penulis.
Sejenak penulis berpikir, lalu penulis berkata “Anak-anak, kita akan
belajar di luar kelas, saya akan mengajak kalian ke pinggiran sungai di depan
sekolah kita, jangan lupa membawa bolpoin dan buku catatan!” Kalimat belum selesai diucapkan, serentak wajah-wajah siswa
berubah menjadi cerah. Sebagian siswa mengekspresikannya dengan berkata “Yess!”
sambil menggerakkan tangan menyiku ke bawah.
“Mari kita keluar!” ajak penulis. Suara agak gaduh, para siswa
berebut keluar ruangan. Sesampai di
pinggiran sungai, penulis mengumpulkan para siswa di bawah pohon yang rindang.
Di situ penulis menyampaikan “ Kita ke sini untuk menikmati keindahan alam di
sekitar kita, mengamat-amati keadaan alam di sekitar kita, khususnya sungai
yang ada di depan kita ini, waktunya hanya 30 menit”. “ Catatlah apa-apa yang
menurutmu membuat pemandangan di sekitar sungai ini menjadi indah dan catat
pula apa-apa yang membuat pemandangan di sekitar sungai ini menjadi tidak
indah.” Para siswa bertebaran di sepanjang pinggiran sungai. Tampak siswa asyik
melihat –lihat sungai mengalir pelan. Sebagian siswa yang lain mengamat-amati
pinggiran sungai, pohon-pohon yang tumbuh di sana dan sebagian yang lain tampak
sedang mengambil sampah yang teronggok di pinggiran sungai dengan menggunakan
sebatang kayu.
“Anak-anak, waktu kita sudah habis,
kita berkumpul kembali di sini!”, ajak penulis. Sekarang, saya minta kalian
menyampaikan hasil pengamatan yang sudah kalian lakukan. Silakan siapa
dulu?” Satu-persatu (sampai kurang lebih
lima orang siswa) menyampaikan hasil
pengamatannya di depan guru dan teman-temannya. “Selanjutnya, masih ada waktu
30 menit lagi, saya minta kalian mengembangkan catatn-catatan kalian menjadi sebuah tulisan argumentasi paling
sedikit dua paragraf.”
Penulis menjelaskan secara ringkas
dan praktis tentang tulisan argumentasi, terkait dengan tema lingkungan. Para
siswa pun bertebaran kembali mencari tempat yang nyaman untuk menulis
argumentasi.
Waktu jam pelajaran tinggal 10 menit
lagi, satu-persatu siswa menyerahkan hasil tulisannya kepada penulis. Sekilas
penulis baca hasil tulisan salah seorang siswa. Penulis tersenyum puas.
“Anak-anak, kita kembali ke kelas,
insya Allah pertemuan mendatang kita
akan bacakan dan akan kita diskusikan hasi tulisanmu ini.
Apa yang dapat kita petik dari pengalaman
empiris di atas?
Penulis berkeyakinan Bapak/Ibu Guru
kaya akan pengalaman seperti ini. Oleh akrena itu, mari kita berbagi
pengalaman. Bukankah pengalaman adalah guru yang paling bijak?
Nah, saatnya kita berbagi cerita, dan berurunrembug mengenai pengelolaan
kelas.
III PENUTUP
Di tangan guruluah kurikulum bisa tercapai atau tidak. Oleh sebab itu,
penting bagi guru untuk memahami, menguasai, dan melaksanakan pembelajaran yang
baik, efektif, dan bermakna. Guru merupakan ”kurikulum berjalan” yang tahu
persis ”medan juangnya”. Pengelolaan kelas yang dinamis disesuaikan dan
dipertimbangkan sesuai situasi dan kondisi di lapangan. Tidak ada yang paling
bagus, kecuali yang sesuai dengan situasi dan kondsi di lapangan.
Daftar Pustaka:
Arikunto, S.1988. Pengelolaan Kelas
dan Siswa: Sebuah Pendekatan Eduatif. Jakarta: Rajawali.
Joni, T. Raka. 1980. Strategi Belajar
Mengajar. Jakarta: Depdiknas.
Harsanto, Radno. Penglolaan Kelas
yang Dinamis: Paradigma Baru Pembelajaran Menuju Kompetensi Siswa. Jakarta:
Kanisius
Sunarto, Anton. 2008. ”Membangun Kompetensi Guru yang Efektif” tanggal 28 September 2008 http://re-searchengines.com
Lampiran 1
Kasus Pengelolaan Kelas
Pak Darma
seorang guru mata pelajaran PKn di SMU Jakarta Raya. Ia mengajarkan tentang
topik ”Disiplin” di kelas 2 semester 1. Dalam proses belajar mengajar, Pak
Darma menjelaskan secara gamblang tentang materi yang berkaitan denan topik
”Disiplin”. Suasana kelas tenang sebab kalau ada siswa yang berisik atau
bercakap-cakap Pak Darma langsung marah. Suasana kelas relatif mencekam karena
siswa dihantui rasa takut dimarahi Pak Darma. Dalam proses pembelajaran Pak
Darma tidak pernah menanyakan atau memberi kesempatan bertanya kepada siswa.
Pak Darma lebih dominan sebab para siswa harus mengikuti apa yang diehendaki
oleh Pak Darma.
Kendati setelah
dilakukan evaluasi siswa mendapat nilai cukup baik, masih banyak komentar
negatif dari masyarakat yang mengungkapkan bahwa tibulnya perilaku menyimpang
yang dilakukan oleh para remaja merupakan akibat proses belajar mengajar bidang
studi PKn di sekolah yang kurang bermakna bagi siswa dalam penanaman nilai.
Peranyaan:
(1)
Bagaimana
pendapat Anda terhadap Pak Darma?
(2)
Pola Kegiatan
Belajar Mengajar bagaimanakah yang lebih cocok agar penanaman nilai-nilai
kepada siswa lebih terarah?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar