Selasa, 23 Februari 2016

Guru sebagai Penggerak Dinamika Kehidupan Kelas
(oleh K u s e n, M.Pd.)
I     PENDAHULUAN
a.      Pengantar
Kita jadi tahu beraneka bidang ilmu karena siapa?
Kita jadi pandai dibimbing Bu Guru
Kita jadi pintar dibimbing Pak Guru
Guru bak pelita
Penerang dalam gulita
Jasamu tiada tara…..
Baris-baris lirik lagu di atas mengingatkan kita betapa guru menduduki peran yang sangat penting. Penting, bukan saja karena kehadirannya secara fisik di depan kelas, tetapi lebih dari itu penting secara psikhis (kejiwaan), pemikiran, dan nilai-nilai luhur yang melekat pada diri seorang guru. Guru menjadi pengubah seseorang yang tidak tahu menjadi tahu sesuatu, guru mengubah seseorang dari yang tidak atau belum pintar menjadi orang yang berpengathuan dan menjadi orang yang pintar. Guru mengubah seseorang yang berpribadi tidak terpuji (dalam kegelapan) menjadi orang yang berpribadi mulia (mendapatkan sinar pelita).
Demikian tersanjungnya kita sebagai seorang guru ketika mendengarkan dan menghayati baris-demi baris syair lagu di atas.


Cukupkah kita dengan berasyik masyuk, terlena, dan terbuai  dengan sanjungan-sanjungan seperti di atas. Awass…!! Sanjungan yang seringkali mendatangkan bahaya bagi penyandangnya. Oleh karena itu, kita harus menyikapi setiap sanjungan secara proporsional, tidak emosional.
Proporsional, artinya kita menyadari bahwa tentunya tidak hanya kita sebagai guru yang berperan  atas semua itu. Ada banyak unsur lain seperti orang tua, masyarakat, lingkungan, dan yang sangat penting adalah peran siswa itu sendiri.
Proporsional juga kita pahami sebagai introspeksi diri. Apakah saya guru yang dimaksud? Apakah yang sudah saya lakukan untuk perubahan ke arah kemajuan siswa saya?Apakah saya……?
Dari introspeksi yang mendalam, mungkin saja dihasilkan jawaban. “Ternyata tidaklah atau belumlah  tepat sanjungan itu diarahkan kepada saya. Mungkin tepat dialamatkan kepada Bapak Guru itu, Bapak Guru yang di sana, bukan saya”. Perlahan tapi pasti sanjungan itu akan pas buat kita, manakalah kita telah berikhitar semaksimal mungkin untuk memosisikan diri kita pada profesi guru secara profesional.
b.      Latar belakang
            Kemajuan zaman yang diiringi oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi berjalan begitu cepat. Era dunia atau era global telah mendekatkan jarak antara satu negara dengan negara lain yang berjauhan, antara benua yang satu dengan benua yang lain yang bersebarangan menjadi seakan berhimpitan. Perkembangan dan perubahan zaman yang demikian pesat ini pun diikuti oleh  perkembangan dunia pendidikan.
            Perkembangan dan perubahan yang sangat cepat dalam berbagai bidang, terutama bidang pendidikan, bukanlah sesuatu yang harus dicemaskan, ditakuti, atau dihindari. Tetapi hendaklah kita hadapi dan kita sambut dengan tangan, hati, dan pikiran terbuka.Meskipun pada akhirnya implikasi dari perubahan ini mengandung konsekuensi  yang nyata  bagi kita para guru.
            Perubahan yang terjadi pada perubahan kebijakan dalam bidang pendidikan, perubahan struktur dan isi kurikulum,  hendaknya bersinergi dengan perubahan mental, sikap, dan perilaku guru. Dengan demikian, perubahan akan berjalan seiring sejalan, senada seirama. Tidaklah perubahan kebijakan berjalan ke selatan, tetapi sikap dan mental serta perilaku guru berjlan ke utara atau diam di tempat.
            Apa yang dituntut dari seorang guru? Berubah. Berubah  ke arah yang lebih baik. Berubah dari pembelajaran yang dilaksanakan secara statis-tradisional ke arah pembelajaran yang aktif-dinamis-kreatif-inovatif. Bagaimana menuju ke arah perubahan tersbut? Tentu, banyak jalan ke arah tersebut. Dalam kesempatan yang terbatas ini, akan penulis paparkan peran guru sebagai penggerak dinamika kelas.


II PEMBAHASAN
A.      Pengertian Pengelolaan Kelas
            Pengelolaan kelas menjadi kondisi syarat terjadinya proses belajar-mengajar yang baik dan efektif. Oleh sebab itu, penting bagi kita untuk dapat melakukan pengelolaan kelas dengan baik.  Sebelum penulis paparkan beberapa pendekatan dalam pengelolaan kelas, ada baiknya dipaparkan terlabih dahulu apa yang dimaksud pengelolaan kelas.
            Depdikbud dalam Majalah Suara Guru tahun 1983 menjelaskan pengertian pengelolaan kelas sebagai: “Seperangkat kegiatan untuk mengembangkan tingkah laku yang diinginkan dan mengurangi bahkan meniadakan tingkah laku yang tidak diinginkan, mengembangkan hubungan interpersonel dan iklim sosio-emosional serta mempertahankan organisasi kelas yang efektif dan produktif (Suara Guru:1983).
             T. Raka Joni memberikan pengertian pengelolaan kelas sebagai “Kegiatan untuk menciptakan dan mempertahankan kondisi yang optimal  bagi terjadinya proses belajar (pembinaan rapport, penghentian perilaku siswa yang menyelewengkan perhatian kelas, pemberian ganjaran, penyelesaian tugas oleh siswa secara tepat waktu, penetepan norma kelompok yang produktif), di dalamnya mencakup pengaturan orang (siswa) dan fasilitas” (T. Raka Joni: 1980).  
            Berdasar dari dua pengertian pengelolaam kelas di atas dapat ditarik beberapa hal penting dari pengelolaan kelas yaitu:
(1)   Merupakan seperangkat kegiatan
(2)   Mempertahankan, menciptakan, atau mengembangkan tingkah laku yang diinginkan (positif)
(3)   Menghilangkan atau meminimalkan tingkah laku yang tidak diinginkan (destruktif)
(4)   Membangun hubungan interpersonal  dan iklim sosio-emosional
(5)   Pengaturan fasilitas belajar
(6)   Terjadinya proses belajar-mengajar yang optimal
B.      Pentingnya Pengelolaan Kelas
            Situasi kelas yang menyenangkan dan pengelolaan kelas yang dinamis akan mempermudah pencapaian tujuan pembelajaran. Pembelajaran di kelas yang dinamis akan menjadi ‘hidup’, menyenangkan, dan menarik perhatian. Permasalahannya, bagaimana menghidupkan atau mendinamiskan kelas?
            Dalam proses belajar mengajar, setidaknya ada dua kegiatan yang harus dilakukan guru, yaitu kegiatan intruksional dan kegiatan mengelola kelas. Menurut Ahmad Rohani, “Kegiatan intruksional mencakup kegiatan yang secara langsung dimaksudkan untuk mencapai tujuan-tujuan khusus pengajaran, sedangkan kegiatan mengelola kelas menunjuk pada kegiatan-kegiatan yang menciptakan dan mempertahankan kondisi yang optimal bagi terjadinya proses belajar menagajar.” Kegiatan mengelola kelas menjadi sarana yang sangat menunjang terciptanya atau terlaksananya kegiatan intruksional. Semakin baik pengelolaan kelas yang dilakukan, akan semakin mudah dan baik jalan menuju ketercapaian tujuan intruksional .
            Meskipun sedemikian pentingnya pengelolaan kelas bagi keberhasilan proses belajar mengajar seperti dipaparkan di atas, seringkali kita sebagai guru mengabaikan aspek- aspek pengelolaan kelas. Alhasil, para siswa gagal dalam pembelajaran. Nilai hasil belajar rendah, motivasi lemah, kedisiplinan menurun, peran serta rendah, bersikap apatis, dan pasif. “Kambing hitam” yang mudah ditarik-tarik pada saat menghadapi kenyataan seperti ini adalah faktor sarana pembelajaran yang kurang lengkap, siswa yang malas, materinya sulit, dan lain-lain. Padahal, sangat boleh jadi faktor penyebabnya adalah karena ketidakmampuan guru dalam mengelola kelas secara efektif.
C.      Pengelolaan Kelas yang Berorientasi Siswa
            Siswa hendaknya dijadikan faktor yang utama dalam pengelolaan kelas. Artinya, pengelolaan kelas yang kita lakukan hendaknya berorientasi kepada siswa. Dengan demikian,  berarti kita memberi penekanan dan pengalaman kepada siswa dalam merancang proses belajar mengajar di kelas. Hal ini juga berarti  memberikan kesempatan yang banyak kepada siswa untuk mengembangkan pengetahuan dan menerapkan  pengetahuannya. Memberi kesempatan kepada siswa untuk menggunakan fakta-fakta  yang sudah dipelajarinya untuk menjelaskan situasi atau untuk menerapkan informasi pada situasi baru. Pengelolaan kelas yang berorientasi siswa juga berarti membantu siswa mengembangkan pemikiran dan keterampilan yang digunakannya serta dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
            Dalam menerapkan konsep ini, siswa juga diharapkan menjadi peserta yang aktif dan mandiri dalam proses belajarnya, yang bertanggung jawab dan berinisiatif untuk mengenali kebutuhan belajarnya, yang menemukan sumber-sumber informasi untuk menjawab pertanyaannya, dan yang membangun serta mempresentasikan pengetahuannya berdasarkan kebutuhan serta sumber-sumber yang didapatinya. Dalam batas-batas tertentu siswa dapat memilih sendiri apa yang akan dipelajarinya. Dengan demikian pengelolaan kelas yang berorientasi pada siswa adalah suatu langkah efektif dan efisien yang mengembalikan serta menunjang cara belajar ke proses belajar yang aktif dari setiap siswa.
D.      Pendekatan dalam Pengelolaan Kelas
T. Raka Joni membedakan pendekatan dalam peneglolaan kelas menjadi tiga jenis yaitu:
(1)   Behavior-Modification Approach
(2)   Socio-Emotional Climate Approach
(3)   Group Process Approach
1.      Behavior-Modification Approach
Asumsi : bahwa perilaku “baik” dan “buruk” individu merupakan hasil belajar.
Teknik :
(1)   Positive Reinforcement (untuk membina perilaku positif)
(2)   Negative Reinforcement (untuk mengurangi perilaku negatif)
2.      Socio-Emotional Climate Approach
Asumsi:
bahwa proses belajar mengajar yang baik  didasari oleh adanya hubungan interpersonal yang baik antara siswa - guru dan atau siswa – siswa dan guru menduduki posisi penting bagi terbentuknya iklim, sosio-emosional yang baik.
Teknik:
(1)   Carl A. Rogers :
n  Sikap tulus dari Guru (realness, genuiness, congruence)
n  Menerima dan menghargai siswa sebagai manusia (acceptance, prizing, caring, trust)
n  Mengerti dari sudut pandangan siswa sendiri (Emphatic understanding)
(2)   Haim C. Ginnot :
n  Dalam memecahkan masalah, guru berusaha membicarakan situasi, bukan pribadi pelaku pelanggaran.
n  Mendeskripsikan apa yang ia lihat dan rasakan; dan mendeskripsikan apa yang perlu dilakukan sebagai alternatif penyelesaian.
(3)   William Glasser :
n  Guru membantu mengarahkan siswa untuk mendeskripsikan masalah yang dihadapi, menganalisis  dan menilai masalah, menyusun rencana pemecahannya, mengarahkan siswa agar committed  terhadap  rencana yang telah dibuat, memupuk keberanian menanggung akibat “kurang menyenangkan”, serta membantu siswa membuat rencana penyelesaian baru yang lebih baik
(4)   Rudolf Draikurs :
n  Democratic Classroom Process, melalui  pemberian kesempatan kepada siswa untuk dapat memikul tanggung jawab, memperlakukan siswa sebagai manusia yang dapat secara bijak mengambil keputusan dengan segala  konsekuensinya, dan memberi kesempatan kepada siswa untuk menghayati tata aturan masyarakat.
3.      Group Process Approach
Asumsi: pengalaman belajar berlangsung dalam  konteks kelompok sosial dan tugas guru adalah membina dan memelihara kelompok yang produktif dan kohesif.
Teknik:
(1)   Richard A. Schmuck & Patricia A. Schmuck
n  Mutual Expectations
n  Leadership
n  Attraction (pola persahabatan)
n  Norm
n  Communication
n  Cohesiveness
E.       Pengalaman Empiris di Lapangan
            “Guru adalah kurikulum berjalan”, demikian kata Anton Sunarto. Di tangan gurulah sebenarnya kurikulum itu berada. Baik buruknya, berhasil atau tidaknya proses pembelajaran tergantung “Sang Kurikulum Berjalan” ini. Mengapa demikian? Karena guru yang mengetahui persis kondisi nyata di lapangan. Guru mengenali satu-persatu karakter dan kompetensi siswanya. Guru mengetahui satu-persatu kondisi siswanya di kelas. Ada siswa yang ceria, aktif, rajin bertanya. Ada siswa yang terbuka dalam menyampaikan pendapatnya, ada siswa yang suka mengeluarkan celetukan-celetukan, ada siswa yang  diam seribu bahasa, ada siswa yang tegang, murung, sedih, ada siswa yang merasa puas, kecewa, bangga, mencemooh, mengejek, dan sebagainya. Terhadap kondisi yang sejauh ini, “Sang Kurikulum Berjalanlah” yang mengatahui, bukan kurikulum  administratif.
            Menyadari akan perannya sebagai kurikulum berjalan, penulis yang merasa lebih mengatahui ‘medan’ seringkali melakukan improvisasi-improvisasi dalam pembelajaran di kelas. Sebagaimana contoh berikut ini.

Sekali waktu, pada jam pelajaran ketiga dan keempat, penulis sudah menyiapkan matang-matang akan mengajarkan penulisan dan analisis wacana argumentasi di kelas XI IPA-1. Bahan yang akan disampaikan kepada siswa termasuk bahan latihan untuk dikerjakan siswa di kelas sudah dipersiapkan dengan matang.
Begitu penulis masuk ruangan, mengucapkan salam, dan menatap anak satu persatu, tak ada satu pun siswa yang tampak rileks dan menampilkan wajah yang cerah. Semua tampak kusut. Ada apa gerangan?
Diam-diam penulis mengintip agenda kelas. Dari situ penulis mengatahui kalau siswa kelas XI IPA-1 baru saja menghadapi ulangan harian (TB) fisika. Rupanya soal-soal ulangan fisika telah membuat wajah  para siswa menjadi lebih tua, pikir penulis.
Sejenak penulis berpikir, lalu penulis berkata “Anak-anak, kita akan belajar di luar kelas, saya akan mengajak kalian ke pinggiran sungai di depan sekolah kita, jangan lupa membawa bolpoin dan buku catatan!” Kalimat belum  selesai diucapkan, serentak wajah-wajah siswa berubah menjadi cerah. Sebagian siswa mengekspresikannya dengan berkata “Yess!” sambil menggerakkan tangan menyiku ke bawah.
“Mari kita keluar!” ajak penulis. Suara agak gaduh, para siswa berebut  keluar ruangan. Sesampai di pinggiran sungai, penulis mengumpulkan para siswa di bawah pohon yang rindang. Di situ penulis menyampaikan “ Kita ke sini untuk menikmati keindahan alam di sekitar kita, mengamat-amati keadaan alam di sekitar kita, khususnya sungai yang ada di depan kita ini, waktunya hanya 30 menit”. “ Catatlah apa-apa yang menurutmu membuat pemandangan di sekitar sungai ini menjadi indah dan catat pula apa-apa yang membuat pemandangan di sekitar sungai ini menjadi tidak indah.” Para siswa bertebaran di sepanjang pinggiran sungai. Tampak siswa asyik melihat –lihat sungai mengalir pelan. Sebagian siswa yang lain mengamat-amati pinggiran sungai, pohon-pohon yang tumbuh di sana dan sebagian yang lain tampak sedang mengambil sampah yang teronggok di pinggiran sungai dengan menggunakan sebatang kayu.

“Anak-anak, waktu kita sudah habis, kita berkumpul kembali di sini!”, ajak penulis. Sekarang, saya minta kalian menyampaikan hasil pengamatan yang sudah kalian lakukan. Silakan siapa dulu?”  Satu-persatu (sampai kurang lebih lima orang siswa)  menyampaikan hasil pengamatannya di depan guru dan teman-temannya. “Selanjutnya, masih ada waktu 30 menit lagi, saya minta kalian mengembangkan catatn-catatan kalian  menjadi sebuah tulisan argumentasi paling sedikit dua paragraf.”
Penulis menjelaskan secara ringkas dan praktis tentang tulisan argumentasi, terkait dengan tema lingkungan. Para siswa pun bertebaran kembali mencari tempat yang nyaman untuk menulis argumentasi.
Waktu jam pelajaran tinggal 10 menit lagi, satu-persatu siswa menyerahkan hasil tulisannya kepada penulis. Sekilas penulis baca hasil tulisan salah seorang siswa. Penulis tersenyum puas.
“Anak-anak, kita kembali ke kelas, insya Allah  pertemuan mendatang kita akan bacakan dan akan kita diskusikan hasi tulisanmu ini.

Apa yang dapat kita petik dari pengalaman  empiris  di atas?
Penulis berkeyakinan Bapak/Ibu Guru  kaya akan pengalaman seperti ini. Oleh akrena itu, mari kita berbagi pengalaman. Bukankah pengalaman adalah guru yang paling bijak?
Nah, saatnya kita berbagi cerita, dan berurunrembug mengenai pengelolaan kelas.
III  PENUTUP
Di tangan guruluah kurikulum bisa tercapai atau tidak. Oleh sebab itu, penting bagi guru untuk memahami, menguasai, dan melaksanakan pembelajaran yang baik, efektif, dan bermakna. Guru merupakan ”kurikulum berjalan” yang tahu persis ”medan juangnya”. Pengelolaan kelas yang dinamis disesuaikan dan dipertimbangkan sesuai situasi dan kondisi di lapangan. Tidak ada yang paling bagus, kecuali yang sesuai dengan situasi dan kondsi di lapangan.

Daftar Pustaka:
Arikunto, S.1988. Pengelolaan Kelas dan Siswa: Sebuah Pendekatan Eduatif. Jakarta: Rajawali.
Joni, T. Raka. 1980. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Depdiknas.
Harsanto, Radno. Penglolaan Kelas yang Dinamis: Paradigma Baru Pembelajaran Menuju Kompetensi Siswa. Jakarta: Kanisius
Sunarto, Anton. 2008. ”Membangun Kompetensi Guru yang Efektif”  tanggal 28 September 2008 http://re-searchengines.com

Lampiran 1 
 Kasus Pengelolaan Kelas
Pak Darma seorang guru mata pelajaran PKn di SMU Jakarta Raya. Ia mengajarkan tentang topik ”Disiplin” di kelas 2 semester 1. Dalam proses belajar mengajar, Pak Darma menjelaskan secara gamblang tentang materi yang berkaitan denan topik ”Disiplin”. Suasana kelas tenang sebab kalau ada siswa yang berisik atau bercakap-cakap Pak Darma langsung marah. Suasana kelas relatif mencekam karena siswa dihantui rasa takut dimarahi Pak Darma. Dalam proses pembelajaran Pak Darma tidak pernah menanyakan atau memberi kesempatan bertanya kepada siswa. Pak Darma lebih dominan sebab para siswa harus mengikuti apa yang diehendaki oleh Pak Darma.
Kendati setelah dilakukan evaluasi siswa mendapat nilai cukup baik, masih banyak komentar negatif dari masyarakat yang mengungkapkan bahwa tibulnya perilaku menyimpang yang dilakukan oleh para remaja merupakan akibat proses belajar mengajar bidang studi PKn di sekolah yang kurang bermakna bagi siswa dalam penanaman nilai.
Peranyaan:
(1)      Bagaimana pendapat Anda terhadap Pak Darma?
(2)      Pola Kegiatan Belajar Mengajar bagaimanakah yang lebih cocok agar penanaman nilai-nilai kepada siswa lebih terarah?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar