2.1
Hakikat Metafora
Studi tentang metafora sudah berkembang sejak zaman kuno (384—322 SM), sebagaimana yang dipelopori oleh Aristoteles. Kemudian
studi tentang metafora ini berkembang pada zaman modern
hingga mencapai kejayaannya pada tahun 90-an. Hal ini seperti yang dikemukakan
oleh Raymond W. Gibbs, Jr. dalam Metaphor and
Thought.
But much has changed
in the world of metaphor since 1993 . There is now a huge
body of empirical work from many
aca- demic disciplines that clearly demonstrates
the ubiquity in metaphor in both everyday and specialized language. Most importantly,
there is also
significant research indicating the prominence of metaphor
in many areas of abstract thought and in
people’s emo- tional and aesthetic experiences. Metaphor is not simply
an ornamental
aspect of lan- guage,
but a fundamental scheme by which people conceptualize the world and their own
activitie.1
Dalam pernyataan Raymond
W.Gibbs di atas terkandung pemahaman bahwa sejak tahun 1993 studi tentang metafora
berkembang pesat. Hasil penelitian
tentang pemakaian metafora secara siginfikan menunjukkan keunggulan
metafora dalam berbagai bidang pokok pemikiran dan pengalaman estetika serta emosional dalam masyarakat. Lebih lanjut
dikatakan bahwa metafora bukan hanya sebagai aspek penghias bahasa (gaya bahasa), tetapi juga menjadi kerangka yang mendasari konsep
berpikir dan aktivitas masyarakatnya.
Beberapa pendapat tentang pengertian metafora dipaparkan berikut ini. Yang pertama, dikemukakan oleh Airtoteles (384—322 SM). Aristoteles
mendefinisikan metafora sebagai ungkapan dalam menyatakan hal yang bersifat
umum untuk hal yang bersifat khusus, yang khusus untuk yang umum, yang khusus untuk
yang khusus, atau dengan analogi.2 Pendapat yang kedua sebagaimana
dikemukakan oleh Quintilian (35—95 SM) bahwa metafora adalah ungkapan
kebahasaan untuk mengatakan sesuatu yang hidup bagi makhluk hidup lainnya, yang
hidup untuk yang mati, yang mati untuk hidup, atau yang mati untuk yang mati.
3
Dari pendapat yang dikemukakan oleh Aristotels dan Quintilian di atas dapat
ditarik beberapa prinsip mengenai pengertian metafora. Metafora merupakan
ungkapan kebahasaan yang digunakan untuk menyatakan, (1) suatu hal yang bersifat umum untuk hal
yang bersifat khusus, (2) suatu hal yang bersifat khusus untuk yang bersifat
umum, (3) sesuatu yang bersifat khusus untuk sesuatu yang bersifat khusus lainnya, (4) sesuatu yang bersifat
hidup untuk sesuatu yang bersifat hidup lainnya, (5) sesuatu yang bersifat
hidup untuk sesuatu yang bersifat mati, (6) sesuatu yang bersifat mati untuk
sesuatu yang bersifat hidup, dan (7) sesuatu yang bersifat mati untuk sesuatu
yang bersifat mati lainnya.
Ken
Baake dalam Metaphor and Knowledge mengemukakan beberapa pengertian
metafora yang berkembang dalam wacana retorika Romawi. Dalam Rhetorica ad Herennium, dinyatakan bahwa “Metaphor
occurs when a word applying to one
thing is transferred to another, because the similarity seems to justify this transference” 4
Metafora terjadi manakala suatu kata dialihkan untuk suatu hal yang lain
karena hal yang lain tersebut memiliki kesamaan-kesamaan yang dapat membenarkan
terjadinya pengalihan makna atau maksud.
Pendapat lain tentang
metafora dari sumber yang sama mendefinisikan metafor sebagai simile, di mana
hal-hal yang berbeda dibuat seperti sama, tetapi kata-kata "sebagai"
atau "seperti" dihilangkan, lebih jelasnya dipaparkan
dalam kutipan berikut.
Other sources define metaphor as a kind of simile, where
dissimilar things are made to appear alike, but where the word “as” or “like”
are comitted. These succinct defintions, however, mask the philosophical conundrums
that metaphor entails. Word like “figure of speech,” “likeness,” “ide,”
“dissimiliar” and “analogy” are more complicated than they appear. In to a true
likeness (i.e., that when a person is dead, visual sensation ceases), or are we
creating an apparent likeness out of dissimiliar things ((i.e., the absence of
life and the absensce of light)5
Berdasarkan
kedua pendapat yang dikemukakan oleh Ken Baake di atas dapat ditarik beberapa
prinsip metafora yakni (1) metafora adalah pengalihan makna suatu kata untuk
suatu hal yang lain karena adanya
kesamaan-kesamaan. yang ada pada keduanya, (2)
metafora sebagai simile, karena dua hal yang berbeda seakan-akan tampak sama,
hanya saja kata-kata “sebagai”, “seperti”, dan sejenisnya dihilangkan. Pendapat
Ken Baake tersebut tampaknya sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Lakof.
George Lakoff dalam Women, Fire, and Dangerous Things: What Categories Reveal About the Mind mengemukakan pandangannya mengenai metafora, “ (1) A metaphor is the expression of an understanding of one
concept in terms of
another concept, where there is some similarity or correlation between the two,
(2) A metaphor is the understanding it self of one concept in terms of another.”
Selanjutnya, Lakoff memberikan
contoh penggunaan matefora seperti tampak dalam kalimat-kalimat di bawah ini
yang mengilustrasikan metafora api terhadap kemarahan .
(1)
Your
insincere apology just added fuel to the fire.
(2)
After
the argument, Dave was smoldering for days.
(3)
That
kindled my ire.
(4)
Boy,
am I burned up!6
Pendapat lain tentang metafora dikemukakan oleh tokoh linguistik Hough
Lynda. Berikut ini pendapatnya tentang metafora:
Methaphore
is the word used for a figurative of speech in which one word or image stands
for another word or image, for examples, my dog is a pig, means dog eats too much (like a pig). The effect is
achieved by saying the dog is another a animal which is known as a big eater.
extended metaphor occurs when a writer uses a metaphore then continues using a
number of figures of speech which convert with the original ones. For examples
“My dog is a pig. Its snout is never over of
the trough.7
(Metafora
adalah kata kiasan yang digunakan
untuk menyampaikan satu kata atau gambaran suatu pikiran dalam bantuk singkat. Sebagai contoh, anjing
saya adalah babi, berarti anjing makan terlalu banyak (seperti babi). Efek
ini dicapai dengan mengatakan anjing
adalah binatang lain yang dikenal sebagai pemakan banyak. Metafora
diperluas terjadi ketika seorang penulis menggunakan metafora
kemudian terus menggunakan sejumlah kiasan yang mengkonversi dengan yang asli. Sebagai
contoh "Anjing saya adalah babi. Moncongnya tidak pernah lebih dari
palung)
Sejalan dengan pendapat-pendapat di atas, Wahab medefinisikan metafora sebagai ungkapan kebahasaan yang
maknanya tidak dapat dijangkau secara langsung dari lambang yang dipakai karena
makna yang dimaksud terdapat pada prediksi ungkapan kebahasaan itu. Dengan kata
lain, metafora ialah pemahaman dan pengalaman akan sejenis hal yang dimaksudkan
untuk perihal yang lain.8
Berdasarkan beberapa pendapat yang
dikemuakan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa metafora adalah sarana untuk
mengungkapkan maksud terhadap suatu hal dengan menggunakan kata kiasan berupa
pembandingan langsung terhadap suatu hal tersebut terdap hal lain yang memiliki
kesamaan-kesamaan tertentu. Pembandingan suatu hal dengan hal lain dengan
menggunakan kata seperti, bak, bagai, bagaikan, laksana, dan sejenisnya
disubut metafora sebagai simile.
1 Raymond
W. Gibbs, Jr. dalam Metaphor and
Thought (Cambridge University Press:2008), hlm. 3—13
2Aristoteles dalam Wahab, Javanes Metaphors in
Discourse Analysis, (Unpublished Dissetation, University of Illionis at
Champaign-Urbana,1986), hlm. 5
3Quintilian dalam Wahab, Javanes Metaphors in Discourse
Analysis, (Unpublished Dissetation, University of Illionis at
Champaign-Urbana,1986), hlm. 5.
4Ken Baake, Metaphor and
Knowledge
(New York Press: State University of, Albany, 2003), hlm. 55.
5Ibid.
6 George Lakoff,..Women, fire, and dangerous things: What categories
reveal about the mind. (Chicago: University of Chicago, 1987)
7 Hough Lynda
I. Language, Context, and Meaning (
Sydney: Publisher Marck Childs, 1999), hlm. 9.
8Abdul Wahab, Javanes
Metaphors in Discourse Analysis, (Unpublished Dissetation, University of
Illionis at Champaign-Urbana, 1986), hlm.11.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar